Lebih dari Perang Vietnam

Bireuen dan Cannabis Sativa

CANNABIS Sativa. Masyarakat Indonesia lebih mengenalnya dengan sebutan ganja. Sejak zaman indatu, jenis tumbuhan ini banyak tumbuh di Aceh dan dataran Sumatera. Tumbuhan ini merupakan salah satu jenis Narkoba. Penyalahguaannya bisa menimbulkan rasa mabuk.

Penikmat daging menjadikan daun ganja sebagai rempah penyedap, sekaligus pelembut. Historis ganja di Aceh sama dengan Erythroxylon Coca (Cocaine) di Jawa Timur. Tapi, waktu itu, hanya untuk ekspor. Untuk menghindari penyalahgunaan pemakaiannya, pada 1927 Pemerintah Belanda membuat Verdovende Middelen Ordonantie (Undang‑undang).

Kini, banyak yang menggunakan ganja untuk penghilang rasa takut. Selain itu ada juga yang mengonsumsinya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat.

Khusus Aceh, tumbuhan ini menjamur. Di Serambi Makkah itu, tumbuhan dimaksud—mungkin—paling banyak ditanam di Bireuen. Masyarakat setempat menanam ganja sebagai mata pencarian, sekaligus kebutuhan hidup.

Bireuen ialah kawasan ladang ganja terbesar di Asia Tenggara, kata Ali Johardi, Direktorat Narkoba Polda NAD, dua tahun lalu. Pernyataan itu disampaikan Ali, mengomentari penemuan 90 hektare hamparan ladang ganja di Bireuen. “Faktor geografis dan kondisi masyarakat sangat mendukung,” katanya.

Penemuan ganja di Bireuen mencapai 44 titik. Enam lokasi berada di lima kecamatan. “Dulu, saya tidak percaya Bireuen punya ladang ganja. Tapi, hari ini saya baru yakin,” kata Johardi kepada pers, saat operasi pemusnahan ladang ganja. Kapolres Bireuen saat itu, AKBP Yanto Tarah memimpin operasi pemusnahan tersebut. Ganja yang dimusnahkan dimmaksud, merupakan hasil operasi Polres Bireuen, selama dua minggu terakhir.

“Lokasi penemuan tak jauh dari jalan besar. Hanya beberapa kilometer. Cuma, medannya berat, mendaki, melewati perbukitan, bahkan menyeberangi sungai,” kata Yanto Tarah.

Kini, tindakan sama dilakukan Polres Bireuen. Kapolres saat ini, AKBP T Saladin, memimpin langsung operasi pembasmian ganja. Bahkan, sejak beberapa minggu terakhir, Polres Bireuen kembali menemukan puluhan hektare ladang ganja, di kawasan perbukitan dalam dua kecamatan bertetangga di kabupaten itu.

Di ladang dimaksud, terdapat puluhan ribu batang daun haram dengan berbagai jenis dan ukuran. Operasi penyadaran pun dilakukan. Saladin menuangkan wacana, mengubah lahan ganja tersebut menjadi lahan pertanian masyarakat produktif. Tanaman pengganti yang diusulkan Saladin ialan palawija. Tanaman dimaksud diyakini dapat menghasilkan dan menjanjikan bagi perekonomian warga sekitar.

Di sela operasi penyadaran, perkembangan baru direngkuh Polres Bireuen. Berdasarkan hasil pengembangan, Saladin mengaku telah mengantongi sejumlah nama para pelaku dan penyandang dana (investor) penanaman ganja di sejumlah kawasan pegunungan Bireuen.

“Meski saya sudah tahu orangnya, saya tidak akan tangkap mereka. Akan tetapi, saya mengajak mereka, agar pekerjaan dan usaha yang melanggar undang‑undang itu, tidak lagi diteruskan,” tandasnya.

Paling tidak, ganja ataupun Cannabis Sativa‑‑banyak‑‑menjerumuskan ke malapetaka. Telah banyak warga Aceh yang terpenjara gara‑gara ganja. Bahkan, ada di antaranya yang akan menghadapi tiang gantungan di Malaysia. Enam di antaranya ialah warga Bireuen.

Akan tetapi, jika Cannabis Sativa digunakan sesuai petunjuk dokter, memang bukan “pemangsa”. Tapi, bila rutin, kecanduan, dan ketergantungan, ganja mengganggu sel‑sel otak. Ganja juga bisa mengganggu kestabilan berpikir dan bertindak. Bahkan bisa menyebabkan kegilaan.

Pada 1970, obat‑obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional. Ketika perang Vietnam mencapai puncak tahun 1970‑an, hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat, penyalahgunaan narkotika meningkat. Korbannya anak-anak muda. Gejala itu berpengaruh di Indonesia.

***

Bila operasi penyadaran yang dilakukan Polres Bireuen berhasil, status Kota Juang sebagai ladang ganja terbesar di Asia Tenggara bisa dihilangkan.

Beberapa tahun silam, ranking ganja terbaik dunia dipegang Kabupaten Aceh Tenggara. Kini, posisi itu bergeser Bireuen. Persoalan narkotika dilematis karena banyak pihak terlibat di dalamnya: multiunsur, multioknum.

Tahun 1980‑an, seorang Kapolres di Agara diadili dan dipecat karena terlibat sindikat perdagangan ganja. Malah, dua tahun lalu, Kasat Intel Polres Agara ditangkap di sebuah kamar hotel di Medan, diduga mengonsumsi narkoba (shabu-shabu). Memalukan karena penegak hukum!

Polres Bireuen, hari ini, contoh bagi lainnya. Polisi tidak cuma puas sampai di sini. Polisi harus getol menggiring sindikatnya ke peradilan agar tak dibilang “sekongkol”.

Untuk Polres Bireuen–dulu dan sekarang–patut diacungi jempol. Prestasi ini bukan retorika jabatan. Pertahankan, kembangkan, dan tuntaskan. Ganja bukan sekadar bumbu masak bagi indatu dan generasi terkini, tapi komoditi ilegal menggiurkan; membahayakan. Bisa dibayangkan, betapa ngeri nasib anak‑anak kelak jika terjadi pembiaran; melahirkan generasi linglung, sontoloyo!

Polisi juga harus bersih dan berani memusnahkan Cannabis Sativa sampai akar‑akarnya. Jika medan terlalu sulit, pemerintah harus mendukung sarana dan prasarana polisi. Bekali mereka dana cukup dan perangkat pendukung. Persoalannya, perang narkotika lebih berbahaya dari perang Amerika di Vietnam!

Azwani Awi

Tinggalkan komentar